Flo masih menatap layar laptopnya dengan diam. ‘Ternyata..’ Berulang kali ia memerintahkan airmatanya untuk tidak jatuh hanya untuk seorang Arka. Salju sudah mulai turun di luar jendelanya, menandakan musim dingin telah tiba. Sama seperti dia, musim dingin itu seakan mendukung hatinya untuk ikut lirih di dalamnya. Flo tidak pernah tau kenapa mengapa ia begitu memerhatikan gerak-gerik Arka. Ia tidak peduli menyampingkan segala tugas kuliahnya jika saat itu Arka sedang kalut dan ingin bercerita panjang lebar dengannya.
Pria itu, Arka. Pria teman satu sekolahnya dulu, saat ia masih di Indonesia dan mengenyam pendidikan SMA bersama. Tentu bukan Arka teman cowo satu-satunya yang ia punya, hanya saja, bagi Flo, Arka terlalu spesial.
From : Arka
Km ngga bls smsku td, knp ? km baik2 sj ?
Flo sudah tidak peduli dengan sms itu. Biasanya ia akan langsung membalasnya dengan muka penuh ceria, tapi tidak, ia menghapusnya dari handphone iphone-nya, lantas setelah itu mematikan segala telpon yang berasal dari Arka.
***
Flo sungguh tidak memiliki nafsu makan terhadap lasagna yang terpapar lezat di hadapannya. Padahal itu adalah makanan kesukaannya semenjak ia SMA. Hanya saja, lasagna itu sudah tidak sehangat suasana hatinya saat ini.
“ Berantem lagi ?”
Flo hanya diam, tidak menanggapi sama sekali apa yang baru saja Anne katakan padanya.
“ Flo !”
“ He ? Hah ? Kau bertanya apa tadi ?”
“ Ternyata kau melamun, sudah kuduga. Kenapa ? Lasagna kesukaanmu kan ? Kau tidak nafsu. Sakit ? Atau ada hubungannya dengan ‘teman dekat yang lebih dari teman’-mu itu ?”
“ Ah ? Kau maksud Arka ? Dia punya nama Anne.”
“ Yeah..whatever his name lah. Then ?”
“Ah..tidak apa-apa. Aku hanya tidak nafsu saja. Mungkin karna aku kedinginan tadi malam. Tertidur tapa selimut, lagi.”
“ Flo, ini sedang musim dingin. Kau mau membunuh dirimu pelan-pelan ?” Anne sudah menatap sinis pada Flo. Sedang Flo, ia tidak bergairah untuk berdebat dengan Anne, ia lebih memilih untuk diam.
“ Flo..aku ini orang bukan patung.”
“Ah..maaf, iya. Kau bilang apa tadi ?”
Anne sudah mulai kesal dengan tingkah Flo, “ Lupakan saja lah..Jadi ini karna Arka ?”
Flo hanya diam. Ia sibuk mencari celah di balik salju untuk menyembunyikan bendungan air mata yang sudah memaksa untuk keluar dari kelopak matanya.
“ Sudah kuduga. He’s not the only boy in this world, girl. You have to move on, Flo. Rasa ngenesmu padanya itu sudah seperti periode menstruasi, kau sadar nggak sih ? Bisa setiap bulan kau menyiksa dirimu sendiri. Tidak makan dengan alasan tidak nafsu. Tidur terlalu larut untuk sebuah alasan mengerjakan tugas dan mata bengkak di pagi harinya yang kau samarkan dengan kacamata mines-mu itu. Flo, sadarlah, ia bahkan tidak pantas untuk mendapatkan kamu.”
Flo masih diam, ia benar-benar kalut, “This will be the end, Anne. I promise.”
“ Aku tidak akan percaya, Flo. Kau mengatakan itu saat ketiga kalinya kamu bermasalah dengan orang itu. Aku bahkan enggan untuk menyebut namanya, Flo.”
“Hm..mungkin ini memang yang terakhir, Anne. Jika akan ada yang terjadi selanjutnya, mungkin aku sudah akan membunuh diriku dengan menimbun seluruh badanku pada tumpukan salju di depan flat-ku.”
“ Kau bodoh jika rela mati untuk orang seperti dia.” Kini Anne sudha benar-benar kesal pada sikap teman baiknya ini.
***
“No hot chocolate, Flo ?” Adam menatap heran pada Flo. Ini sudah seminggu berlalu sejak perdebatan kecilnya dengan Anne. Hanya saja, ia masih belum mau menalar segala peristiwa, bahkan didepan Adam. Seorang mahasiswa, penulis yang cukup terkenal, yang telah ia kenal baik sejak masuk kuliah.
“Hm..no, I guess.”
“ What happen to you ?”
“ Nothing.”
Adam tau sekali apa maksud ‘nothing’ yang diucapkan oleh gadis didepannya.
“ Apakah aku melakukan kesalahan, Flo ?”
“ Tidak Adam. Kamu terlalu baik untuk melakukan kesalahan pada diriku.”
“ Lantas ?”
“Aku tidak ingin membahasnya, Adam. Minggu lalu saat aku membahasnya dengan Anne, aku bahkan hampir berantem dengannya.”
“I worry with you, girl.”
“I’m fine.”
“ Tidak seperti yang terlihat.”
Flo hanya diam saja. Adam bukan sekadar temannya. Cincin pemberian Adam, simbolik dari penantiannya pada jawaban Flo, masih tersimpan rapih di laci meja belajar kamar flat Flo.
“ Aku memang tidak bisa memaksamu, Flo.”
“ Maafkan aku Adam. Kamu terlalu baik Adam.”
Adam hanya tersenyum, saat ini posisinya serba salah. Sudah berkali-kali ia melihat Flo seperti ini, namun ia tidak bisa apa-apa selain menanyakan pada Flo ada apa. Beruntung jika Flo akan bercerita padanya seperti sebelumnya, namun jika tidak, maka ia tidak bisa apa-apa selain bersikap setenang mungkin walaupun saat itu hatinya mengumpat lelaki yang ia ketahui merebut sebagian besar hati Flo, bahkan tak tersisa sedikit saja untuknya.
“ Aku akan ke Indonesia hari selasa.”
“ Ada apa ? Apakah ada urusan di sana ?”
“Hm..tidak. Hanya saja ingin mengambil libur musim dingin lebih awal.”
“ Bagaimana dengan tugasmu tempo hari yang kau ceritakan, bukankah harus dikumpul besok ?”
“ Aku tetap akan mengumpulkannya. Aku akan berangkat di siang hari. Bagaimana dengan novelmu yang baru ? Sudah selesai ?”
“Hm..sedikit lagi. Aku sudah ditagih oleh editor sejak kemarin. Bolehkah aku ikut ke Indonesia ?”
“ Ha? Aku mau saja mengajakmu, tapi, bukankah keluargamu telah pindah ke sini setahun yang lalu ?”
“Hm..iya. Hanya saja..”
“ Don’t worry. Aku kesana bukan untuk menemuinya. Aku hanya kangen dengan Indonesia dan rumah.”
“ Baiklah, hati-hati. Aku akan mengantarmu besok ke bandara dan kau harus mau.”
Flo tersenyum tipis, sedang Adam kalut. Ia takut Flo akan terluka jika ia sekali lagi menemui orang itu di sana. Ia tau, kondisi Flo saat ini telah menggambarkan secara jelas bahwa ia sedang bermasalah dengan orang itu, yang telah menyita hati Flo, Arka.
***
“ Bagaimana disana ?” Hera menatap Flo yang sedari tadi memainkan sendok es krim-nya.
“ Di sana ? Dingin, sedang musim dingin.”
“ Hm..Aku ingin sekali melihat salju. Kapan ya aku bisa ke sana, Flo ?”
“Bagaimana kalau kau sudah libur semester kau pergi ke sana ?”
“Ide yang bagus juga. Tapi itu masih berbulan-bulan lagi, aku akan tertinggal musim dinginnya Flo.”
“Hm..iya juga ya..Ada waktunya nanti.” Flo tersenyum seikhlas yang ia bisa. Sungguh, menemui Hera saat ini bukanlah waktu yang tepat, ia belum bisa menetralkan perasaannya. Hanya saja, ia tidak punya cukup alasan untuk menolak menemui Hera.
“ Flo, ia menanyakan hal yang serius padaku ?”
“ Apa itu ?” Flo hanya menjawab sekadarnya agar ia terlihat biasa saja, padahal ia sudah tau yang sesungguhnya dan hatinya sudah teriak tidak ingin mendengarnya lagi.
“ Di blog-nya ia menulis suatu artikel baru dengan judul, ‘Will You Marry Me?” Kau tau itu tidak Flo ?”
“ He ? Tidak. Aku sibuk menyelesaikan tugasku beberapa minggu terakhir. Memang kenapa ?” Flo bohong, ia tau itu. Ia sangat tau untuk siapa artikel itu ditujukan dan bukan untuknya.
“ Hm…Kau buka saja. Tidak usah sajalah. Kau tau artikel ditujukan untuk siapa ?”
“ Tidak tau, siapa ?” Flo sudah menatap ke es krim coklatnya yang sudah mulai meleleh.
“ Aku,Flo.” Jawaban singkat itu membuat Flo ingin pergi meninggalkan Hera, namun itu tidak mungkin ia lakukan. Ia harus terlihat biasa saja. Seperti selama ini.
“ Lalu ?”
“ Tidak tau, Flo. Kita sudah lama berteman dengannya. Hanya saja aku tidak tau bahwa pada akhirnya ia akan memintaku untuk menuju ke tahap yang serius.”
“You already 25. Menurutku itu hal yang wajar. Lagipula ia sudah bekerja kan, dan kau tinggal menyelesaikan S2-mu satu tahun lagi.”
“Iya. Aku tau itu. Hanya saja, aku merasa tidak enak padamu Flo.”
“ Santai saja Hera. Kita bertiga berteman sudah lama dan kalaupun pada akhirnya ia memintamu untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius, seharusnya aku ikut bahagia.” Flo memaksakan otot mukanya untuk menyunggingkan senyum.
“ Terima kasih Flo. Aku janji akan mengirimkan undangannya untukmu.” Hera tersenyum manis. Ia terlalu manis dengan wajahnya yang mungil itu. Flo hanya bisa membalas sambil lalu memandang ke luar jendela.
“ Hm..Bagaimana dengan orang yang kau ceritakan itu, Flo ?”
“ Siapa ? Maksudmu Adam ?”
“Yep.”
“Entahlah, aku belum tau apa tindakan yang akan kuambil.”
“ Ia baik Flo, dan menyukaimu. Ia bahkan telah memiliki penghasilan dari beberapa novel ciptaannya.”
“Iya, aku tau itu. Hanya saja..entahlah.” Flo menarik dirinya untuk tidak mengingat betapa baiknya Adam padanya. Cincin itu bahkan ia bawa kemanapun ia pergi, just in case ia berubah pikiran. Hanya saja, ia berpikir kalau ia terlalu kejam untuk menerima Adam hanya untuk menggantikan posisi Arka, walaupun Adam bilang itu sama sekali bukan masalah.
***
Perpisahan itu menyakitkan. Ia tidak dendam pada Hera. Hanya saja, ia terlalu kalah. Ia terlalu kalah karna menganggap bahwa ia telah satu step lebih dari Hera padahal tidak. Dan pria itu, Arka, masih terus mengirimkan sms untuknya dari mulai menanyakan kabar hingga meminta Flo untuk mengangkat telponnya. Terakhir kali bahkan ia memaksa untuk datang ke rumah Flo saat ia tau dari Hera bahwa Flo sedang di Indonesia, namun Flo dengan segala alasan selalu menolaknya. Hati Flo belum siap untuk menghadapi wajah itu, wajah lelaki yang diam-diam ia sukai sejak SMA. Lelaki yang mengisi penuh hatinya, bahkan hingga sekarang. Lelaki yang mampu membuat ia tidur larut hanya untuk mendengarkan cerita Arka lewat chatting setiap malam. Itu semua terlalu sakit. Bahkan baginya, ini akan menjadi liburannya yang terakhir di Indonesia, karna demi apapun, ia akan malas sekali untuk kembali lagi ke sini dan melihat kenyataan bahwa teman baiknya dan lelaki yang masih ia cintai, mereka berdua telah memiliki malaikat kecil di tengah-tengah kebahagiaan mereka. Flo malas untuk berakting seolah ia senang dan tidak apa-apa padahal hatinya telah lebur. Ia memilih untuk kembali ke musim dinginnya. Ia memilih untuk menutup rapat hatinya. Meskipun ia tau itu sulit.
***
Adam telah menunggu di depan pintu kedatangan dengan senyum lembut. Ia tidak akan pernah merasa direpotkan untuk Flo, apapun itu. Wanita itu berjalan mencari sosoknya di tengah kerumunan orang. Flo dengan tas jinjing dan travelbagnya.
“ Welcome back, girl.”
“Yeah. Still cold, huh ?”
“Yeah.” Adam lalu membawakan travel bag Flo dan segera menuju ke parkiran.
Pemanas mobil telah dihidupkan, hanya saja, Flo terlalu lupa bagaimana menghadapi musim dingin, baju yang ia gunakan masih terlalu tipis untuk ganasnya musim dingin.
“ Sudah cukup hangat ?”
“Iya, terima kasih.”
“ Kenapa Flo ?”
“Hm..dia akan menikah.”
Adam kaget, dadanya berdebar, berharap nama yang akan diucapkan Flo itu bukanlah nama gadis yang sedang duduk di kursi sebelahnya.
“ Dengan ?”
“ Hera.”
Adam menghela napas cukup panjang, ia lega. Hanya saja, ia mengerti bagaimana perasaan Hera saat ini. Tanpa berkata apa-apa ia memacu pulang mobilnya.
***
Hera : Hey, undangannya telah kukirim ke e-mailmu.
Flo membacanya dengan muka datar. Ia sudah tidak apa-apa. Ini sudah sebulan sejak ia tau mereka akan menikah. Ia tidak berniat untuk membuka undangan itu, bukan karna ia takut membuka luka di hatinya kembali, hanya saja baginya, untuk apa ? Toh ia tidak akan datang.
Sore ini ia ada janji dengan Adam. Buku barunya telah keluar dan mereka berencana untuk menjadi pembeli yang kesekian, maka telah diputuskan mereka akan ke toko buku.
Adam sedang asik dideretan buku-buku sastra, sedang Flo sedang membaca synopsis buku karangan Adam dan memutuskan untuk membelinya satu, lantas mendatangi Adam.
“ Kau tau tidak ?”
“Apa ?” Adam masih fokus pada deretan buku didepannya.
“Cincin yang kau berikan itu tidak cukup di jariku, kekecilan.” Flo ikut asik pada deretan buku yang Adam perhatikan. Namun Adam masih serius dan kini ia tengah serius membaca synopsis suatu buku.
“Hm…mungkin sudah terlalu lama. Nanti akan kuganti dengan model yang sama.”
“Tidak perlu.” Adam kini melihat Flo, tertegun.
“Kau..”
Flo hanya tersenyum, “ Lebih indah jika digunakan sebagai bandul kalung. Bagaimana menurutmu ? Apakah ini menjawab ?”
Adam lebih tertegun lagi. Terjawab. Dan kali ini Flo yakin sekali bahwa Adam bukanlah pengganti Arka. Adam jauh lebih baik dari Arka.
*inspired by : ameonyq.wordpress.com -- badai
*inspired by : ameonyq.wordpress.com -- badai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar