Jumat, 20 September 2013

Married ? Maybe

Buat uthe : kamu mungkin melihat Adrian sebagai sosok yang terlihat 'jahat' tapi sebenernya kamu tidak pernah benar-benar tau apa yang ia pikirkan kan ? we just people with a thousand thougt
Buat ira : semoga cerita ini punya arti yang bagus buat kamu

       
        " Rey, kamu kapan nikah sih sama Adri ? "
Pertanyaan mama masih terngiang-ngiang dalam kepala Reylisa dalam perjalanannya kembali ke kantor. Ia sadar hitungan waktu pacarannya dengan Adrian sudah bukan dalam angka bulan. Rey bahkan bisa hapal apa yang sedang Adrian lakukan pada jam-jam tertentu, jadi wajar saja kalau mama Rey menanyakan hal yang biasa seperti pernikahan.
" Dan, mama nanyain aku nikah kapan ?"
" Yah...wajar aja sih, udah hampir 10 tahun kamu pacaran sama dia. Yaudah, kamu buru nikah gih sana, umur udah hampir 30 gitu. "
" Masih setengah dekade lebih kali aku 30 Dan. Ngaco banget kamu. Tapi yah...Adri belum ada ngomongin tentang hal ini. Kita selalu menghindari topik seperti ini kalo lagi ketemu."
" Kalian itu udah gede. Kayak anak SMA aja yang ngga mikirin nikah. Buru deh sana omongin sama Adri, siapa tau aja sebenernya dia nunggu kamu buat ngomong duluan."
" Yang bener aja dong Dan, aku cewe, yang ada dia yang ngajak. "
" Terserah deh, tapi kalo ditagih nyokap lagi, ngga tau ya."
Setelah itu Danisa meninggalkan Reylisa yang masih sibuk mengetuk-ngetukkan pulpennya diatas meja kerja. Waktu untuk bicara yang dibutuhkan Rey saat ini, karena dia akan menikah dengan manusia, jadi dia butuh bicara.
***
" Gimana kerja kamu hari ini? Pelanggan masih pada rame yah, padahal udah mau tutup, kamu emang cocok dalam bidang kuliner gini. " Reylisa selalu menghabiskan malamnya untuk mampir di rumah makan milik Adrian. Ya, Adrian adalah seorang pengusaha dalam bidang kuliner. Saat ini restorannya sudah ada di beberapa kota dan akan semakin menjamur.
"Iya, aku bersyukur banget. Usaha selama ini ada hasilnya, walaupun belum semua tercapai. " Adrian tersenyum atas sanjungan pacarnya. Senyum itu, yang selalu membuat Rey tertarik berlama-lama untuk memandang Adrian.
" Hm..ada sesuatu yang mau aku omongin." Rey menghentikan makannya dan memandang Adrian. Bagaimanapun hasilnya nanti, Rey sudah menyiapkan hatinya untuk bisa menerimanya.
" Ada apa ?" Tatapan Adrian intens melihat Rey.
" Tadi pagi, mama nanyain kapan aku mau nikah." Seketika itu wajah Adrian berubah. Ia tegang dan kaku. Rey menatap Adrian perlahan, ia menebak-nebak apa yang sedang Adrian pikirkan saat ini.
" Mama kita kayaknya sudah punya telepati, tempo hari ibu juga nanya hal yang sama." Kali ini Rey yang gantian tegang dan mulai bertanya-tanya kenapa Adrian tetap tidak pernah menyinggung masalah pernikahan setiap mereka bertemu.
" Kenapa kamu ngga cerita ? "
" Well, aku ngga tau gimana cara bilangnya ke kamu Rey."
" Kamu bisa pakai bahasa indonesia kok. Aku pasti paham. "
Adrian tertawa mendengar candaan Rey. Membuat suasana sedikit mencair diantara mereka.
" Yaudah kalo gitu. Kamu mau nikah sama aku ?"
" Kamu lagi ngelamar aku nih Dri ? "
" Aku ngga ngelamar kamu, cuma ngajak kamu nikah. Mending aku nanya sekarang dapat jawaban sekarang daripada nanti aku cari seribu alasan lagi kalo ibu nanya. Jadi gimana ? "
" Ngga ada cincin, ngga pake acara berlutut dan sebagainya ? "
" Rey, ini kan dadakan. Lagian ngga perlu hal yang kayak gitu kan kalo emang kita udah sepakat mau nikah. "
Rey diam saja. Dia senang bahwa pada akhirnya Adrian mengajaknya untuk menikah namun raut wajah Adrian yang terlihat seperti terpaksa membuat Rey hanya bisa tersenyum tipis.
" Yaudah, kalo gitu let's get married." Rey menjawab ala kadarnya, Adrian hanya tersenyum tipis lantas kembali ke makanannya.
***
" Kamu beneran dilamar sama Adrian pake cara begitu ?" Rey selalu bercerita segala hal pada sahabatnya, Danisa.
" Iya Dan. Yah, ngga papa lah, kemarin dia langsung ijin sama orang tuaku dan tadi aku dapat sms kalo dia juga udah cerita sama orang tuanya soal rencana nikah ini. "
" Congratulation kalo gitu buat kamu Rey. Entar lagi kamu jadi Mrs. Prawija, hahaha. "
Rey sangat beruntung menemukan Danisa diantara ribuan orang di kampusnya, karena mereka berada di fakultas yang berbeda. Danisa juga yang tau bagaimana romantisnya Adrian saat meminta Reylisa sebagai pacarnya and its totally different dengan bagaimana Adrian melamar Reylisa.
***
" Mau berapa bulan lagi kalian nikah ?" Sore ini Reylisa sedang santai di teras belakang rumahnya karena sedang tidak ada project yang dia kerjakan.
" Ngga tau ma. Tahun depan mungkin. "
" Itu ngga kelamaan apa Rey?"
" Yah mama, Adrian mau buka cabang restoran dia lagi di Singapore dalam beberapa bulan ke depan. "
" Bulan apa emangnya dia mau opening ?"
" Desember katanya ma."
" Nah kalo gitu kalian nikahnya sebelum Desember aja. "
"Ma, Adrian bakal sibuk, kan tadi Rey udah bilang kalo dia mau buka cabang. "
" Hm..kalo gitu Februarinya deh. "
" Mama, itu bahkan ngga sampe 6 bulan lagi. "
" Ya kan kalian tinggal manggil EO, beres kan. "
" Entar Rey bilang dulu sama Adrian. " Bagi Rey, mendebat mamanya yang seorang pengacara tidak akan ada gunanya.
Malamnya Rey menelpon Adrian untuk menanyakan perbincangan tadi sore.
" Hey, lagi sibuk ya?"
" Ngga juga, kenapa sayang ?" Ah, sudah lama sekali Rey tidak mendengar Adrian memanggilnya dengan sebutan sayang.
" Tadi sore aku sama mama ngomongin bulan buat nikah. Mama minta Februari padahal aku udah cerita kalo kamu lagi sibuk karena mau buka cabang di Singapore bulan Desember. " Rey hanya bisa mendesah pasrah.
" Hm...ngga papa kok. Februari kelihatannya bagus." Rey lega mendengar jawaban Adrian, dan entah kenapa Rey bisa bisa merasakan senyuman saat Adrian menjawab pertanyaannya tadi.
" Thank's honey. Besok aku mulai cari EO deh. "
" You're welcome darl. Hm...aku besok ada ketemu sama supplier makanan, mungkin ngga bisa nemenin kamu, gimana ? "
" Oh..ngga papa, aku bisa nyari bareng Danisa. Dia pasti mau bantu kok. "
Dan tanpa sadar, obrolan lewat telpon itu berlanjut hingga larut. Bagi Rey, sejak mereka berdua sama-sama memasuki dunia kerja, jarang sekali mereka bisa ngobrol di telpon karena mereka sama-sama fokus dengan pekerjaan masing-masing.
***
" Masa yang mau nikah kamu tapi yang bantuin nyari EO aku sih ?" Danisa sudah mengomel di mobil Rey sejak Rey meminta bantuannya untuk mencari EO.
" Adrian lagi sibuk Dan, aku traktir makan deh sebagai imbalannya. "
" Ini baru juga awal mau nyari EO, dia udah main mangkir aja dari kerjaannya dia sebagai calon suami kamu. Jangan-jangan entar pas mau ijab kabul dia ijin lagi karena mau nangkep ikan salmon di tengah lautan. "
"Hahaha. Dia ngga bisa mancing Dan. Yah..dia kan baru ijin ini doang Dan, entar-entar pasti dia ngga absen lagi dari kewajiban dia yang kamu bilang 'kewajiban calon suami' itu. " Rey hanya bisa tertawa terhadap situasinya saat ini. Meskipun dalam hati Rey, akan lebih menyenangkan kalo dia mencari EO didampingi oleh Adrian.
Malam itu, seperti biasa Rey datang ke restoran milik Adrian.
" Udah dapat EOnya tadi ?"
" Hm ? Iya udah tadi, aku sampe harus nraktir Danisa 2 kali karena dia kelaperan nemenin aku muter-muter." Adrian tergelak dengan candaan Rey.
" Hahaha. Dasar si Danisa, ngga ikhlas bantuin sahabatnya sendiri. "
" Dia bilang, lain kali kamu ngga boleh mangkir dari 'kewajiban calon suami' kamu. " Adrian menunjukkan wajah tidak mengertinya.
" Iya, maksud dia ya, gitu kewajiban nemenin aku nyiapin pernikahan. Kata Danisa kalo aku minta temenin dia mulu, bisa-bisa aku dikira mau nikah sama Danisa means aku lesbi. hahaha. "
" Ahaha. Maaf deh aku hari ini ngga bisa nemenin kamu. Tadi beneran penting. "
" Ngga papa. Aku tau kok, kamu kan lagi sibuk-sibuknya nyiapin restoran yang di Singapore. Tapi lain kali, kalo bisa temenin yah, janggal kalo aku nyiapin sendiri. "
" Iya sayang. " Adrian spontan mengacak rambut Rey yang beberapa rambutnya sudah mulai keluar dari ikatan kuncir kudanya. Semarah apapun Rey, dengan sikap romantis Adrian saat ini sudah bisa melelehkan es yang tadinya bertengger di hatinya.
" Oh iya lupa sesuatu. " Adrian lalu mencari-cari sesuatu di tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil yang dibungkus kain beludru berwarna ungu agak tua.
" Ini cincin pertunangan buat kamu." Saat Adrian membuka kotak itu, wajah Rey sudah berubah berwarna merah. Rey sungguh tidak percaya bahwa Adrian akan memberinya cincin pertunangan, mengingat bagaimana Adrian melamarnya beberapa hari yang lalu.
" Ngga seberapa sih cincinnya. Semoga kamu suka. " Adrian menyematkan cincin itu di jari Rey dan lantas menciup tangan gadis yang sudah lama menjadi pacarnya itu.
" I love you, Ms.Reylisa Arfisiana. "
" Then you have my love, Mr. Adrian Prawija. " Senyum Reylisa mengembang dengan sempurna, capek yang dia rasakan karena mencari EO hilang seketika karena perlakuan romantis Adrian yang sudah sangat jarang lagi Adrian tunjukkan.
***
Sudah sebulan lebih Rey mempersiapkan pernikahannya dengan Adrian. Namun, jadwal mangkir Adrian dari menemani Rey masih saja sering terjadi. Dari mulai memilih kue pernikahan mereka sampai menentukan dress code apa yang akan dikenakan tamu undangan nanti. Dan sore ini adalah jadwal mereka untuk menentukan design kartu undangan mereka.
" Hey, kamu lagi sibuk? "
" Aku lagi istirahat siang. Ada apa ? "
" Hm..ingat ngga kalo sore ini kita ada janji buat nentuin design kartu undangan?"
" Iya aku ingat kok, nanti aku jemput kamu di kantor aja ya?"
" Hm..ngga usah, langsung ke tempat designnya aja, aku bawa mobil sendiri soalnya. "
" Okay kalo gitu, see you later. "
Rey menutup telponnya. Untung kali ini Adrian bisa menemaninya menentukan design kartu undangan.
Sudah beberapa menit Rey sampai di tempat design kartu undangan saat telpon dari Adrian muncul di handphonenya.
" Ya, halo, kenapa Dri ? Aku sudah sampai ini. "
" Hm.. Rey, aku mendadak harus ngurusin restoran bentar soalnya lagi ada masalah dikit. Pengunjung yang udah reservasi ngga dapat tempat, mungkin lupa dicatat. "
" Jadi kamu ngga bisa kesini ?"
" Kemungkinan ngga bisa. Soalnya restoran lagi penuh dan aku musti cari alternatif untuk masalah resevasi ini. Maaf ya Rey. "
Rey mendesah perlahan, bertahan sekuat tenaga agar tidak menjatuhkan air matanya yang sudah penuh di pelopak matanya. " Iya, ngga papa. Lagian itu emergency. "
" Rey, you'll be okay, rite ?"
" I'm okay. Cepat urusin reservasinya, entar pelangganmu kabur lagi."
" Okay then. Bye. "
" Bye."
Rey menutup telponya, dengan langkah sedikit gontai ia memasuki ruangan. Ia harus memaafkan Adrian, bagaimanapun Adrian adalah calon suaminya.
***
" Kamu udah milih kartu undangannya tadi Rey?" Adrian membuka pembicaraan setelah beberapa menit mereka berdua hanya terfokus pada makanan mereka.
" Belum. Aku bawa katalognya aja. Tetep harus keputusan kita berdua. Ini katalognya. " Rey lalu menyerahkan katalog yang tadi ia bawa ke Adrian. Adrian dengan seksama melihat-lihat katalog ini lantas memilih satu dan menunjukkan ke Rey.
" Yang ini kayaknya bagus Rey. Simple tapi elegan, gimana ? " Rey melihat pilihan Adrian. Rey tersenyum tipis mengetahui bahwa kartu undangan yang dipilih Adrian adalah kartu undangan yang menarik perhatiannya.
" Itu bagus kok. Tadi aku hampir pillih itu, tapi aku memutuskan buat tau pendapatmu dulu. "
" Kalo gitu yang itu aja. Kita setipe ternyata." Adrian tersenyum.
" Maaf banget Rey aku udah sering absen. Kerjaanku.."
" Aku tau kok Dri, aku cukup mengerti. Cuma, pernikahan butuhnya dua orang. Kalo aku yang ngurusin semuanya, itu sama aja dengan aku menikah dengan diriku sendiri, it means aku akan terlihat seperti orang gila. "
Adrian sudah menggenggam tangan Rey dengan lembut. " Iya, sayang. Aku beneran minta maaf. Kamu tau kan minggu depan aku bakal opening restoran yang di Singapore. "
" Iya, it's fine Drian. Kan tadi aku sudah bilang kalo aku mengerti. Jadi kapan kamu berangkat ke Singaporenya ? "
" Kemungkinan lusa. Kita kosongin dulu ya janji buat nyiapin pernikahan selama 2 minggu ke depan. Ngga papa kan ?"
" Kamu 2 minggu di Singaporenya ?"
" Iya. Disana kan restoran baru, jadi masih butuh aku awasi selama seminggu. Kamu mau ikut?"
" Hm..ngga usah. Aku ada project yang harus aku kerjain juga. Ada design baru yang di order. "
" Rey, menurutmu kalo aku buka cafe gitu,gimana ?"
" Bagus kok. Kalo restoran dan rumah makan kan biasanya untuk keluarga. Kalo sekedar cafe, bisa jadi tempat nongkrong buat anak kuliahan. "
" Sebenernya aku udah ada beli ruko gitu di daerah sekitar Jl Jend Sudirman. Kamu mau ngga kalo yang design interior cafe itu kamu ? I'm okay kok kalo kamu tetep minta bayaran buat ini. Gimana Rey ?"
" Aku seneng aja kok buat ngerjainnya, ngga minta bayaran sih, cuma free tiket buat nongkrong disitu sebulan. Hahaha. "
" Kalo kamu sih, tiket gratisnya kan seumur hidup. Hahaha. "
" Kapan gitu emang mau dibukanya ?"
" Rencananya Maret ini, bisa kamu kerjain sebelum itu?"
" Kok mepet banget sama bulan pernikahan kita ?"
" Aku planningnya udah lama sebenernya Rey, baru bisa cerita sama kamu sekarang. "
" Yaudah, aku usahain maret udah selesai. "
" Makasih banyak Rey."
Malam itu Adrian banyak tersenyum untuk Reylisa, senyum teduh yang selama ini mampu meluluhkan hati Rey, hanya saja entah kenapa malam itu yang Rey rasakan hanyalah rasa steak tenderloin-nya yang sedikit asin, mungkin karna ia terlalu banyak menambahkan garam.
***
" Cieee..yang ditinggal 2 minggu sama calsum, calon suami. Hahaha" Danisa sudah mulai menggodanya sejak Rey berlinang air mata sehabis mengantar Adrian ke bandara.
" Sialan. Kamu bayangin kalo Ergi pergi 2 minggu gimana ?" Rey membalas candaan Danisa menggunakan nama pacar baru Danisa.
" Hahaha. Untung aja Ergi ngga kayak calsum kamu. Lusa dia pulang ya Rey ?"
" Yep. Yang pasti aku jemput lagi sih. "
" Kapan jadinya kalian mau fitting baju ? "
" Minggu depan, aku udah bikin janji, Adrian aku tanyain nge-iyain juga."
" Yah...moga dia ngga mangkir lagi deh."
" Kamu ngedoainnya gitu deh Dan."
" Coba pikir deh Rey, dia sering banget absen karna alesan kerjaan. Jadi sebenernya dia itu mau nikah sama kerjaan apa sama kamu ?"
" Tapi selama ini dia minta maaf kok. "
" Yaudah deh, terserah. Susah sih yang mau nikah ini. Hahaha "
Rey sudah siap-siap melempar Danisa dengan tempat pensilnya kalau Danisa tidak melarikan diri duluan.
***
" Halo, Dri, jadi kan sore ini fitting ?"
" Hm? Harus sore ini Rey ?"
" Aku kan udah bilang sama kamu, dan udah ngingetin kamu juga tempo hari. "
" Aku mungkin telat dateng Rey, ngga papa kan ? Ada yang musti aku urus dulu. "
" Kerjaan lagi ya ?"
" Ya."
" Yaudah kalo gitu, aku tungguin disana nanti. "
" Oke, maaf Rey. "
" Oke."
Rey menutup telponnya dengan lesu. Ia mendesah perlahan, mulai meragukan keputusannya untuk menikah dengan orang yang sudah dicintainya lebih dari 5 tahun itu.
" Kenapa mukamu Rey ?" Danisa sudah bersiap untuk pulang dari jadwal ngantornya.
" Adrian telat buat fitting. "
" Kerjaan ? "
" Yep. "
" At least dia bilang telat kan Rey, bukan ngga dateng. "
" Tapi kan Dan.." Danisa menghentikan aktifitasnya karena melihat sahabatnya itu bahkan tidak bisa untuk berpura-pura kalau tidak terjadi apa-apa.
" Rey, gini deh. Coba kamu tanyakan lagi dengan lebih serius ke Adrian, apa dia sudah bulat tekadnya buat nikah sama kamu, tanpa memikirkan desakan dari orang tua kalian. "
" Aku harus yakin sama dia Dan. Kalau dia bilang iya, itu artinya memang iya. Dia selalu to the point. "
" Terkadang, se to the point nya orang, dia punya rahasia sendiri untuk dunia kecilnya. Seperti kamu yang ngga pernah cerita ke Adrian kalo kamu masih nyanyi lagu twinkle twinkle little stars sebelum gosok gigi pagi. "
" Kita lihat aja nanti Dan. " Reylisa menyunggingkan senyum tipis.
" Yuk aku temenin ke tempat fitting. "
" Ergi gimana ?"
" Ergi udah gede Rey, dia bisa pulang sendiri. Hahaha "
Reylisa sangat bersyukur punya sahabat seperti Danisa. Danisa seperti pahlawan bertopeng yang datangnya ngga pernah telat.
***
Sudah hampir 2 jam Reylisa menunggu Adrian di tempat fitting baju pernikahan mereka. Handphone Adrian sedari tadi selalu sibuk. Saat Reylisa memutuskan untuk pulang, lelaki itu datang ke hadapan Reylisa dengan tergesa.
" Rey.." Adrian berhenti untuk mengambil beberapa napas.
" Sudah hampir 2 jam. Hapemu sibuk. "
" Maaf maaf, daritadi aku nelpon orang dan aku banyak di telpon, baru sempet baca smsmu kalo km masih disini, jadi aku buru-buru ke sini. Udah kamu fitting bajunya ?"
" Belum, aku nunggu kamu, aku butuh pendapatmu apa bajunya cocok buat aku pakai atau ngga. "
" Aduh Rey, aku pikir sudah. Jadi aku ke sini tinggal aku aja yang fitting trus kita pulang, masih ada yang harus aku kerjain. Kalo menurut kamu itu cocok, yaudah, berarti cocok kan. Tadi kan kamu juga bisa nanya ke Danisa."
Reylisa tertegun, ia terdiam sejenak, lantas membalas dengan nada datar, " Tunanganku itu kamu Dri. Bukan Danisa dan bukan diriku sendiri. "
" Iya, tapi kan kamu bisa sendiri, itu kan kamu yang pake juga. Bukan aku. "
" Sendiri ya ? Menurut kamu, yang nyiapin semua ini siapa? Apa kamu yang susah payah buat nyari EO? Apa kamu mengkhawatirkan aku yang nyasar waktu mau ke toko kue ? Ngga Adrian. Kamu hanya peduli sama pekerjaan kamu saja. "
" Iya, aku tau perasaan kamu, tapi kan.."
" Kamu ngga tau Adrian. Karena kamu ngga pernah menanyakan perasaanku gimana. " Seketika itu, air mata Reylisa sudah deras membanjiri muka Reylisa yang tampak lelah, Adrian hanya bisa diam mematung di tempatnya, dia tidak percaya bahwa Reylisa bisa marah kepadanya. Tanpa menunggu Adrian angkat bicara, Reylisa sudah keluar dari tempat itu dan memacu mobilnya pulang ke rumah.
***
Sudah satu minggu Reylisa mengabaikan Adrian, dari mulai email, sms bahkan telponnya. Reylisa sedang berpikir, tentang semua rencana mereka yang harusnya dilangsungkan 1 bulan lagi.
" Kamu masih berantem sama Adrian, Rey ? "
" Guess it. "
" Rey, kapan selesainya masalah kalian kalau kamu selalu menghindari setiap Adrian ngehubungin kamu. "
Reylisa menghentikan aktifitasnya, dia diam dan terpaku.
" Rey, dengerin deh. Kalo nd diomongin ngga bakal selesai-selesai. Rencana nikah kalian kan udah bulan depan, kalo ngga diomongin sekarang gimana kalian mau ketemu nanti waktu mau nikah ?"
" Aku..belum siap buat denger hasilnya kalo aku ngebicarain sama dia. "
" Dengerin dulu Rey, jangan negative thinking dulu. Ayolah Rey, mau sampai kapan ?"
" Tapi kalau ternyata..."
" Hey, kalau itu terjadi, aku masih punya 2 bahu buat nampung air mata kamu, dan aku masih punya segudang film buat kamu tonton sampai pagi. Okey ?"
" Thank's Dan. " Danisa tersenyum memandang sahabat terbaiknya itu.
***
Malam itu, tanpa janjian dengan Adrian, Reylisa sudah duduk manis di restoran Adrian, tepat di tempat mereka biasanya makan malam. Pegawai yang tau langsung menghubungi Adrian, dan dengan muka yang masih kaget Adrian mendatangi tempat duduk Reylisa.
" Rey.."
" Duduk  dulu Dri." Reylisa tersenyum tipis. Adrian lantas duduk di hadapan Reylisa dan menanti Reylisa menjelaskan maksud kedatangannya yang tanpa kabar itu dengan wajah bertanya-tanya.
" Apa kamu bener-bener mau nikah sama aku Dri ? " Tatapan Reylisa intens tanpa menghakimi Adrian.
" Iya Rey, kan mama kamu juga.."
" Maaf Dri, dengan mengesampingkan mamaku dan ibumu, apa kamu bener-bener mau nikah sama aku bulan depan Dri ?"
Adrian terdiam cukup lama, mukanya serius. Ia sedang menimbang kata-kata yang pas untuk menjawab pertanyaan Reylisa.
" Rey, kita berdua masih muda. Umur kita bahkan belum sampai 29. Aku masih punya banyak mimpi yang mau aku raih. Aku masih mau buka cabang, aku masih mau buka cafe, dan masih banyak lagi Rey. Aku mau nikah sama kamu, tapi ngga bulan depan Rey. "
" Kenapa kamu ngga bilang dari awal ?"
" Aku ngga bisa mematahkan harapan mama kamu dan ibuku. "
" Kamu bisa bilang Dri. Dan aku juga bisa ngejelasin sejelas-jelasnya ke mama. "
" Maaf Rey. " Adrian merasa bersalah. Dia sudah membuat retak hati wanita yang selama ini sabar untuk menunggunya.
" Ngga papa. Kalo gitu, kita batalin aja pernikahannya. " Reylisa memaksakan diri untuk tersenyum meskipun tangannya sudah bergetar sejak tadi.
" Maaf Rey. "
" Ngga papa Dri. Lebih baik dibatalin daripada kamu terpaksa. "
***
Pernikahan itu dibatalkan. Cafe baru Adrian juga segera dibuka. Hanya saja, Reylisa sudah semakin jarang bertemu Adrian. Berkomunikasi pun bisa dihitung pakai jari tangan. Tempo hari, saat Rey mengantar rancangan interior untuk cafe baru Adrian, ia sedang tidak ditempat, saat ditanya dimana ternyata Adrian sedang sibuk rapat untuk memilih pegawai cafe nya. Bagi Reylisa, hubungan mereka bukan sebagai sepasang kekasih, tapi terlebih seperti dua orang yang harus stuck bersama tapi hati mereka stuck pada pekerjaan mereka masing-masing. Terlalu ganjil.
" Halo Dri, kamu lagi dimana sih ?"
" Hey Rey, aku lagi di Singapore. "
" Singapore ? Kok ngga bilang. "
" Mendadak Rey, ada orang yang tertarik buat ikut nanam saham, jadi aku harus datang buat ngurusin. "
" Bukannya kamu udah punya manajer buat disana ? "
" Ngga bisa Rey, harus aku yang turun tangan. "
" Se ngga nya kamu bilang sama aku. Sesedikit itukah waktumu ? Well, have fun. "
Reylisa lalu memutus telponnya. Ia hanya bisa mendesah dengan nafasnya yang berat.
" Berantem lagi ?"
" Ngga Dan, bahkan setelah apa yang terjadi diantara kami, ini bukan berantem, justru baikan karna aku bisa ngomong sama dia. "
" Sarkas banget bahasanya. Gini aja deh Rey, entar kalau dia udah bisa ketemu, kalian kelarin deh 'baikan' nya kalian. Aku kan udah pernah bilang Rey, kalo diomongin pasti ada jalan keluarnya. "
" We'll see Dan. " 
Saat Adrian datang, itu adalah saat yang paling dinanti Reylisa. Dan disanalah dia sekarang, di tempat biasa mereka makan malam sedang menunggu Adrian untuk datang.
" Hey Rey, tumben ke sini, ada apa ?"
" Bukannya emang kita biasa makan disini ya ? Hanya beberapa minggu terakhir kita terlalu sibuk dengan dunia kita sendiri. "
" Rey.." Belum selesai dengan kalimatnya, handphone Adrian sudah berbunyi.
" Entar ya Rey. "
" Silahkan. "
Adrian tampak agak menjauh saat menjawab telponnya. Lama Reylisa menunggu Adrian untuk kembali ke tempat duduknya lagi.
" Maaf Rey, tadi ada urusan mendadak. "
Reylisa hanya tersenyum namun dalam hatinya ia menangis.
" Sampai mana tadi ?"
" Sampai Rey. "
" Rey, kamu tau kan ada cafe yang baru opening? Aku banyak mengurus di sana karena aku masih awam dalam hal cafe, jadi aku juga harus sering-sering ke konsulen untuk membicarakan tentang cafe itu. Aku harap kamu ngerti Rey. " Adrian mejelaskannya dengan nada yang lembut.
" Iya, aku paham kok Dri. Paham sekali. Kamu sangat mencintai pekerjaanmu, bahkan sepertinya aku tidak masuk lagi dalam waiting list mu. "
" Bukan gitu Rey. "
" Menurutku ini saat yang tepat untuk kita meraih mimpi kita masing-masing tanpa harus terikat satu sama lain. " Reylisa menjelaskannya dengan suara yang cukup tenang meskipun air matanya sudah menunggu untuk dikeluarkan. Adrian terpaku, ia diam dan tidak bisa menjawab.
" Dri, kita, putus saja ya?"
" Rey, aku ngga bermaksud buat putus dari kamu. Cuma.."
" Iya, aku paham Dri, makanya, kamu kejar mimpi kamu, dan aku mengejar mimpiku. Kamu ngga perlu terbebani tentang aku. "
" Kalau itu mau kamu Rey. " Adrian tersenyum sendu. Rey lalu menyerahkan cincin yang dulu pernah Adrian berikan padanya.
" Ngga usah Rey. Kamu simpan aja. Cincin itu tampak cocok di jari kamu. " Rey lalu memasukkan kembali kotak cincin itu ke tasnya.
" Kalau begitu, aku pamit Adrian Prawija. Selamat tinggal. " Kata terakhir Rey sudah sedikit bergetar, kalau ia tidak segera pergi dari situ, ia yakin sekali bahwa wajahnya sudah habis dilalap air matanya sendiri.
Berakhir sudah tentangnya dan Adrian. Sosok yang selalu bisa membuatnya luluh, sosok yang selalu ia cintai, sosok yang dulu menyatakan cintanya dengan persiapan yang romantis, sosok yang nyaris menjadi pendamping hidupnya.
***
2 tahun kemudian.
" Aduh Dan, musti ya aku nemenin kamu fitting baju pernikahan ? Ergi mana ?"
" Yah Rey, Ergi bakal dateng juga, cuma dia agak telat katanya mau ngambil pesenan cincin pernikahan dulu. Aku kan udah nemenin kamu dulu, masa kamu ngga mau nemenin aku sih Rey? "
" Iya deh iya, aku temenin kamu deh, aku kosongin jadwalku buat sore ini. "
" Aduh, susah sih yang udah punya perusahaan sendiri sekarang kan. Yadeh, kita langsung ketemu di tempat aja kalo gitu, bubye. "
Reylisa menutup telponnya, ia mendesah pelan. Sudah dua tahun ia tidak pernah mendengar kabar tentang Adrian Prawija, tidak pernah secara langsung. Karena terkadang, ia datang ke salah satu restoran milik Adrian walaupun tidak pernah secara tidak sengaja bertemu dengan yang punya. Reylisa lalu mengeluarkan kotak beludru berwarna ungu berisi cincin, memandanginya lama, lantas menyimpannya kembali di laci kerjanya. Ia harus bisa mempersilahkan Adrian mengejar mimpinya tanpa terbebani olehnya.
Sorenya Danisa sudah menunggu Reylisa yang datang agak sedikit terlambat.
" Maaf agak telat nih, tadi kena macet di jalan."
" Dasar nih, Ergi entar lagi dateng katanya kena macet juga. "
" Tuh kan, yaudah, yuk gih masuk. "
Danisa dan Reylisa masuk ke butik khusus baju pengantin itu. Banyak pakaian yang Danisa coba, Ergi juga sudah datang untuk memilih-milih model apa yang akan mereka kenakan. Pasangan serasi itu akhirnya membicarakan pilihan mereka pada sang designer saat tiba-tiba suara familiar itu memanggil.
" Rey. "
Rey seketika menoleh. Tubuhnya kaku tidak mampu bergerak. Danisa yang melihat siapa yang menyapa Reylisa ikut terkejut, lantas minta ijin dan mendatangi Reylisa yang masih diam.
" Hai Adrian. Apa kabar ?"
" Baik." Adrian tersenyum. Senyum itu masih sama, tubuh Adrian yang seorang pemain tenis semasa dia kuliah dulu masih terlihat jelas, menandakan ia masih rajin berlatih olah raga yang dicintainya itu.
" Sendirian aja Dri ?"
" Oh ngga, sama ini. " Seorang wanita dengan muka blasteran keluar dari balik tubuh Adrian yang cukup jangkung.
" Kenalin, Sofia. "
" Danisa, ini Reylisa. " Danisa dan Sofia bersalaman, begitu juga Reylisa. Hanya saja mulut Reylisa terlalu kaku untuk digerakkan, seperti ada tulang yang tumbuh di bibirnya.
" Lagi fitting baju Dan ?"
" Hm iya, aku mau married. Kamu juga mau fitting ?"
" Iya ini nemenin Sofia buat fitting. "
" Oh gitu. Yaudah, silahkan fitting deh, kapan-kapan ketemu lagi."
Adrian tersenyum lantas pamit pada Danisa dan Reylisa. Reylisa masih mematung di tempat ia berdiri tadi.
" Rey, kamu ngga papa ?"
" Yang tadi itu, Adrian, Dan ?"
" Iya Rey. Dunia ini sempit yah. Kamu ngga papa kan ?"
" Iya ngga papa. " Reylisa tersenyum.
Pertemuan itu ternyata tidak hanya sekali, beberapa kali ia bertemu dengan Adrian saat Reylisa menemani Danisa untuk konsultasi soal baju pengantinnya. Beberapa kali Reylisa berbincang dengan Adrian, mulai dari kerjaan mereka, sampai tentang kebiasaan Adrian yang masih suka makan di tempat mereka dulu biasa makan malam. Namun, lama kelamaan Reylisa menyadari bahwa tidak benar membiarkan hatinya menerima kembali sosok Adrian. Adrian kini sudah bahagia, ia akan punya kehidupan sendiri. Adrian sudah sukses dengan mimpinya, bahkan jika Adrian santai sepanjang hari di rumahnya, ia tetap bisa membayar para pekerja di seluruh cabang restorannya. Menurut Reylisa, inilah waktunya untuk melepaskan Adrian, benar-benar melepasnya.
" Rey, sore ini temenin aku lagi konsul yuk, Ergi mau ngecek gedung soalnya. "
" Dan, kamu bisa ngga kalo pergi sendiri ?"
" Kenapa Rey ?"
" Aku takut ketemu Adrian lagi. "
" Bukannya kalian akrab aja ya. "
" Justru karena itu Dan. Aku ngga mau aku kembali mikirin dia, mungkin ini saatnya buatku untuk bener-bener ngelepasin dia Dan. "
" Rey, mungkin Adrian adalah orang yang baik, tapi mungkin dia tidak cukup baik buat kamu. Masih ada 6 milyar lebih orang di luar sana. Aku tau kok kalau kamu punya hati yang besar. " Danisa tersenyum menatap sahabatnya yang mulai merasakan kesedihan ini lagi. Dalam hati ia sedikit mengumpat Adrian yang sudah berani mematahkan hati sahabatnya ini dua kali.
" Kalo gitu aku pergi ke butik sendiri aja. Ngga papa kok. "
Firasat Reylisa benar, sore itu Adrian datang dengan Sofia saat Danisa sedang menunggu perancang busananya datang.
" Hai Dan. "
" Hai Adrian. "
" Kamu sendiri aja Dan ? Reylisa mana ?"
" Kok kamu nanyanya Reylisa sih, aku kan mau nikah sama Ergi, bukan Reylisa. "
" Ya..kan biasanya dia nemenin kamu." Sofia sudah ijin untuk masuk terlebih dulu.
" Drian, plis deh, kamu itu kan udah mau nikah, ngapain sih masih nyariin Reylisa ? Ngga cukup dulu kamu lebih milih nikah sama kerjaan kamu dibanding dia ?"
" Tunggu, siapa yang mau nikah ?"
" Kamu kan, sama sofia ?"
" Hahahaha. Lucu banget sih Dan, ngga mungkin lah. "
" Kenapa ngga mungkin, kamu kan datang fitting baju sama dia. "
" Terus kalo aku datang fitting baju sama dia, itu berarti aku mau nikah sama dia. Berarti kalo Reylisa nemenin kamu fitting baju, kamu mau nikah juga dong sama dia. "
" Iya kan beda Drian. Jadi, kamu ngapain nemenin Sofia fitting baju ?"
" Ya ngga papa dong, kan dia sepupuku, masa aku nolak dimintain tolong buat nemenin. "
" Sepupu ?"
" Iya, Sofia itu sepupuku. Dia mau nikah bulan depan, suaminya masih cukup sibuk menyiapkan pesta mereka dan menyiapkan seluruh keluarga, jadi aku yang nemenin Sofia fitting, calon suaminya sudah fitting duluan sebelum Sofia. "
" Jadi selama ini Reylisa..."
" Dia salah sangka ?"
" Sepertinya begitu, itu kenapa dia ngga mau nemenin aku hari ini. "
" Tapi seharusnya ngga papa dong meskipun misalnya aku beneran fitting sama calon pengantinku. "
Danisa akhirnya menyerah dan mengalir lah semua cerita tentang Reylisa, bagaimana Reylisa tidak mau keluar kamar selama 3 hari setelah ia memutuskan hubungannya dengan Adrian sampai tentang Reylisa yang masih mencintai Adrian hingga saat ini. Pada akhirnya, sebuah rencana terbersit dalam benak Adrian.
***
" Datang aja lah Rey. Ngga ada salahnya kan. "
" Salah Dan kalau yang ngajak itu Adrian. "
" Cuma makan malam di sebuah restoran Rey, masa kamu ngga mau sih ngobrol banyak sama dia. "
" Aku mau nyerah Dan. "
" Gimana kamu nyerah kalo kamu masih sering ngeliatin kotak cincin yang dikasih Adrian. Gimana kalo kamu sekalian ngembaliin itu ke Adrian? "
" Aku kan bisa titip kamu waktu kamu mau ke butik lagi. "
" Kemarin Adrian bilang dia ngga ke butik lagi. Makanya ngajak kamu makan malam. Come on Rey, face him. "
" Okay. Sekalian aku mengembalikan kotak cincin itu. "
Malam itu Rey datang ke restoran tempat dia dan Adrian makan malam. Adrian sudah rapih dengan kemejanya yang digulung setengah.
" Malam Rey. Pesan dulu. " Reylisa lalu memesan makanan pada pramusaji.
" Gimana kabar kamu Rey ? "
" Baik." Rey masih tidak sanggup menatap Adrian, ia lebih memilih menatap keluar jendela, restoran yang terletak di balkon sebuah gedung tinggi ini memberikan pemandangan kota yang cantik.
" Rey, aku minta maaf atas apapun yang menurutmu salah. " Kali ini Rey menatap Adrian.
" Tidak Dri, kamu ngga salah. Kamu cuma meraih mimpimu, hanya saja, aku terlalu lelah untuk menyamai langkahmu. Jadi aku memilih untuk tinggal dan membuat langkahku sendiri, dan aku tau kamu sudah membuat langkahmu dengan cukup baik. " Reylisa tersenyum manis, membuat Adrian merasa bernostalgia. Wanita dihadapannya ini masih ia cintai, selalu seperti itu sejak dulu.
" Oh iya, aku berencana datang untuk mengembalikan ini. Rasanya ngga pantas aku nyimpan ini lagi, kamu sudah punya calon yang lebih pantas untuk menerimanya. " Reylisa lalu menyerahkan kotak  yang terbungkus kain beludru berwarna ungu gelap itu pada Adrian.
" Aku kan sudah bilang Rey, cincin itu pas di jari kamu. Jadi boleh buat kamu. "
" Tapi aku ngga enak sama Sofia."
" Kenapa harus ngga enak ?"
" Kamu kan mau nikah sama dia. "
Adrian spontan tertawa mendengar pernyataan dari Reylisa.
" Kenapa malah ketawa ?"
" Kamu lucu sih Rey. Mana mungkin aku nikah sama Sofia, dia kan sepupuku. Lagian dia udah punya calon suami kali Rey. Malam ini mereka berdua lagi ngecek persiapan nikah mereka, soalnya bulan depan mereka udah nikah. "
Reylisa diam, dia malu, mengumpat dirinya sendiri yang terlalu bodoh karena sudah berprasangka. Muka Reylisa sudah memerah, ia memalingkan muka menatap keluar jendela lagi. Makanan menyelamatkannya. Mereka berdua terlalu fokus untuk makan sampai-sampai terlalu sedikit obrolan mereka dan kebanyakan dimulai oleh Adrian.
" Hm..aku ijin ke belakang sebentar ya Rey. " Reylisa hanya mengangguk, Adrian lalu beranjak dari kursinya.
Tidak lama kemudian semua lampu mati, kecuali satu lampu di tempat Reylisa duduk. Reylisa masih belum keheranan sampai saat Adrian sudah duduk rapi di depan sebuah piano, memainkan sebuah lagu. Lagu yang Reylisa kenal karena lagu itu adalah lagu kesukaan mereka berdua dan selalu diputar di dalam mobil saat mereka sedang jalan berdua. Reylisa ingin menangis karena ingatannya saat bersama Adrian muncul melewati otaknya. Dan kini semua itu terlambat, semua itu hilang.
       Permainan piano Adrian menghipnotis Reylisa dengan sempurna.Tubuh Adrian yang tegap dan ideal berpadu sempurna dengan grand piano yang ada di depannya.Jemari Adrian begitu lihai memainkan tuts piano semudah saat ia mengetik laporan di laptopnya.Ah..Reylisa menyesal tidak cukup punya kesabaran untuk menemani lelaki itu meraih mimpinya.Andai saja Reylisa belum melepasnya ia bisa menikmati saat-saat seperti ini kapanpun dia mau.Dengan segala penyesalan dan hatinya yang mulai merasakan perih,air mata Reylisa jatuh semakin tidak terkendali.Setelah permainan piano itu selesai,Adrian berdiri dan berbicara dengan penuh keyakinan.
" Untuk Reylisa Arfisiana. Aku masih mencintaimu seperti dulu. Aku selalu mencarimu, mungkin bagimu saat bertemu aku kemarin dunia ini sempit, tapi bagiku, 2 tahun tidak pernah menemukanmu, menurutku dunia ini luas. Rey, lihatlah ke luar, seluruh perasaanku aku curahkan di sana. "
Reylisa berdiri, ia bergerak menuju ujung beranda. Ia terkejut dan tak sanggup lagi membendung air matanya. Di seberang sana, sebuah gedung dengan kaca-kaca yang menutupinya, lampu-lampu menyala membentuk sebuah tulisan secara bergantian.
' I love you'
Tulisan itu yang tertera disana dengan lampu ruangan yang dihidupkan secara bergantian. Adrian sudah berdiri di samping Reylisa.
" Belum selesai Rey."
Reylisa masih menatap ke gedung itu. Tulisannya berganti, membuat air mata Reylisa semakin keluar tidak karuan.
' Marry me'
Tulisan itu muncul kembali secara bergantian. Reylisa masih terpaku di sana, sedangkan Adrian sudah berlutut di depan Reylisa lengkap dengan sebuah kotak yang dibungkus dengan brokat berwarna putih.
" Ms Reylisa Arfisiana, mungkin aku terlambat mengatakan ini. Mungkin seharusnya aku mengatakannya dari dulu sebelum kamu menghilang. Will you marry me ?"
Reylisa diam, ia terpaku. Tidak pernah percaya bahwa akhirnya Adrian akan merencanakan sebuah lamaran yang romantis seperti ini.
" Iya Adrian. Kapanpun kamu tanyakan, jawabanku akan tetap iya." Reylisa tersenyum dibalik air matanya yang sudah ia hapus tadi. Seluruh orang yang ada di restoran itu bertepuk tangan, ikut bahagia. Adrian mengenakan cincin itu pada jari Reylisa, lantas mencium wanita yang selalu ia cintai itu di keningnya.
***
Restoran sudah mulai kosong, hanya tinggal Adrian dan Reylisa yang duduk di sana menikamti minuman mereka
" Kali ini kita akan beneran nikah Dri ? Bukan karena desakan mama ?"
" Ngga Rey. Kali ini serius. Kamu pikir berapa jam untuk mempersiapkan lampu di gedung seberang itu. "
" Kamu nyewa gedung itu ?" Reylisa menunjuk gedung tempat tulisan tadi muncul.
" Itu punyaku Rey. Sebuah kantor, aku membelinya beberapa bulan lalu. Dipakai buat perusahaan majalah. Aku minta tolong sama pegawai mereka dan pegawaiku buat nyiapin itu semua. Restoran tempat kita makan ini juga tadi isinya semua teman-teman bisnisku. "
Reylisa tersipu. Ia mencintai Adrian, bahkan jika ia ditanya kesekian kalinya, jawabannya akan tetap sama seperti itu.
" Kita nikah bulan depan yah. "
" Cepet banget. Kan belum persiapan. "
" Sebulan buat persiapan cukup kok. Aku bisa cuti panjang. " Adrian tersenyum menatap Reylisa sekilas.
" Thank you Drian." Senyum Reylisa merekah, ia bahagia.
" Your welcome. I always love you Mrs Reylisa Prawija. " Adrian menggenggam tangan Reylisa erat. Reylisa tersenyum kembali dan masih tetap lebar.
" You always have my love Mr Adrian Prawija. "
Apakah mereka akan menikah ? Jawabannya, mungkin. Anything could be happen.